Sunday, May 29, 2011

Banjarmasin-Surabaya-Jakarta-Banjarmasin

Tanggal 22 Mei aku melakukan pembelian tiket PP dengan tujuan Banjarmasin-Jakarta-Banjarmasin

Penerbangan untuk mengejar sosok....
Penerbangan yang sama sekali tidak diikuti dengan kebutuhan medis atas obat dan kesembuhan....
Penerbangan yang berujung pada pertemuan...

Hanya di satu hari itu aku akan melakukan kunjungan hati untuk memperpendek jarak fisik

Sabtu malam aku akan terbang pukul 19.30 WITA dan terbang kembali keesokan harinya pukul 12.00 WIB.

Jarak memiliki cara yang aneh untuk memisahkan dan mengintervensi sebuah pertemuan, salah satunya dengan ide untuk mengubah kebutuhan atas rantai suara di handphone ke dalam kualitas bentuk yang lebih visual

Ide itu tampak sempurna sampai kemudian di hari pelaksanaan aku mengalami keterlambatan yang menyebabkan hangusnya tiketku.

Tiket hangus setelah aku menempuh 2,5 jam perjalanan dari hutan ke kota
Tiket hangus seiring dengan lenyapnya bayangan kesenangan bertemu dengannya
Tiket hangus dan aku hanya bisa mengumpat....

Tapi, kemudian jarak mengintervensi lebih dalam ke sisi emosiku. Dengan kondisi tidak ada lagi penerbangan menuju Jakarta dari Banjarmasin malam itu, aku membeli tiket lagi untuk penerbangan Banjarmasin-Surabaya kemudian Surabaya-Jakarta.

Samsodin Noor menuju ke Juanda yang kemudian menuju Soekarno Hatta.
Dari titik barat di Cengkareng menuju ke timurnya Ibukota.
Dari intervensi sebuah jarak ke hitungan jam sebuah kedekatan.
Dari jam 12 malam ke jam 12 siang yang memang tidak menggenapkan pertemuan.

Sekarang, 2 hari setelah pertemuan, aku mengingat untuk kemudian tersenyum bahwa aku masih merindukan sosok itu...

Saturday, May 14, 2011

Dokter dan Obat

Aku sedang bersahabat dengan obat.
Bukan, bukan narkoba atau sejenisnya, tapi obat yang dimaksudkan untuk menyembuhkan...

Dengan obat aku merasa memiliki kedekatan yang stabil. Aku mempunyai jadwal yang sudah terkotak di kebiasaan seorang pesakit..

Dengan obat aku merasa memiliki kewajiban intimidatif untuk sembuh


Aku sedang dekat dengan dokter.
Bukan, bukan karena aku sakit atau butuh sebuah rekomendasi penyembuhan darinya. Tapi aku dekat tanpa embel-embel kompetensi medis...

Dengan dokter aku memiliki kedekatan dengan sisi yang berbeda

Dia ada tapi tidak terjadwal karena jelas dia lebih banyak untuk pasiennya.

Dengan dokter aku merasa sedikit terintimidasi untuk melakukan kunjungan meskipun dalam porsi suara.

Dengan dokter aku merasa menjadi lebih muda dalam porsi yang manja

Dengan dokter aku menyukai banyak interupsi kecil di dalam banyak kepenatan kerja

Dengan dokter aku berani menulis sebuah jejak kehilangan atas sosok dan suara

Dokter dan obat, dua hal yang secara frekuentif banyak berputar di kepalaku akhir akhir ini...