Wednesday, August 17, 2011

Ibu Sakit....

Ibuku sakit dan tidak kunjung membaik....

Sudah satu minggu sejak telepon terakhirku untuk menanyakan kabarnya....

Memang malam ini ketika aku meneleponnya, tidak terdengar suara gundah ato gelisah. Hanya suara intens menanyakan kabarku saja.

Padahal setelah jawaban terurai untuk kemudian berganti pertanyaan dariku. Ceritapun meluncur mengenai sakit yang dideritanya.

Sakit yang harusnya sudah membaik kembali menggerogoti karena beban pikiran yang tidak kunjung berkurang

Aku terdiam untuk kemudian menggerutu sendiri
Aku tidak menyukai beban yang bertumpuk dan makin menjadi di makin bertambahnya usia ibuku...

Aku tidak menyukai intervensi atas kebebasan waktu di masa pensiunnya...

Aku tidak menyukai banyaknya variasi emosi yang muncul dan memotong habis semangatnya...

Kenapa di saat Ibuku harus memusatkan perhatian pada rasa syukur atas usianya, masalah silih berganti menginterupsi?

Aku kembali hanya bisa mendengarkan untuk kemudian berdebat dengan pikiranku sendiri...

Apa aku harus pulang? Memberikan sesosok perhatian dalam akumulasi figur seorang anak?

Mengobati mungkin
Tetapi tidak juga akan menyelesaikan apapun aku pikir
Anak juga pasti akan pergi menuju kehidupan pribadinya....


Apa hakku untuk kemudian berkomentar ketika aku tidak lagi memberikan kedekatan fisik?

Aku tidak tahu....
Aku hanya tahu bahwa aku punya hak untuk menyayangi tanpa memaksakan intervensi


Pertanyaan terus bergulir dan mendebat isi kepalaku
Tapi saat ini aku hanya bisa mengajukan do'a untuk kesembuhan, karena Tuhan Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk Ibuku

Ibu....
Aku pasti pulang, tapi tidak sekarang


Omong Kosong Soal Hati

Dulu aku menganggap hitungan sains itu bisa mengkuantifikasi hati
Dulu aku pikir hati bisa dirumuskan seperti formula matematika; dijumlahkan, dikali, bahkan dikuadratkan untuk memperbesar angka

Tetapi itu dulu,
Ketika pertama kalinya aku mendapat nilai tiga untuk hatiku....

Semakin mengalir sebuah hubungan, ternyata ada banyak variable yang tidak bisa dikonversi ke dalam angka

Yang jelas, aku kesulitan mengkuantifikasi emosi di hubunganku saat ini

Aku memang tidak lagi tiga,
Aku mungkin terpuruk di angka dua, padahal aku merasa telah menambahkan kuadrat di dalam usaha

Aku mungkin sepuluh,
Karena aku dianggap menyakiti dengan tonase yang lebih tinggi

Saat ini,
Hubungan jarak jauh itu BISA JADI tidak menyehatkan....

BISA JADI itu adalah probabilitas, tapi aku tidak bisa mengerucutkannya menjadi angka untuk sebuah hubungan

Tapi jika dikembalikan ke pilihan, aku adalah salah satu pihak yang sudah memilih untuk melakukan komitmen jarak jauh.

Aku menikmati setiap fase yang terjadi dengan emosi yang bervariasi

Lelah dengan argumentasi
Bosan dengan rasa
Teduh dengan perhatian
Nyaman dengan percakapan
Takut atas kehilangan

Sekali lagi aku merasa aku menikmatinya...

Tetapi jika kemudian tautan hati merasa harus disudahi karena salah satu pihak tidak bisa menikmati emosi, apa yang bisa terjadi?

Pilihan untuk memulai dihasilkan dari penjumlahan atas dua
Pilihan mengakhiri pun harusnya dihasilkan oleh penjumlahan atas dua

Hanya itu logika angka yang bisa aku buat atas hatiku saat ini